Bisnis waralaba di Indonesia
mulai marak pada sekitar tahun 1970an dengan bermunculannya
restaurant-restaurant cepat saji (fast food) seperti Kentucky Fried chiken dan
Pizza Hut. Hingga tahuhn 1992 jumlah perusahaan waralaba di Indonesia mencapai
35 perusahaan, 6 di antaranya adalah perusahaan waralaba lokal dan sisanya (29)
adalah waralaba asing. Perkembangan waralab asing. Perkembangan waralaba asing
dari tahun ke tahun berkembang pesat sebesar 710% sejak tahun 1992 hingga tahun
1997, sedangkan perkembangan waralaba lokal hanya meningkatkan sebesar 400%
(dari sejumlah 6 perusahaan menjadi 30 perusahaan).
Namun sejak krisi moneter tahun
1997, jumlah perusahaan waralaba asing mengalami penurunan pertumbuhan sebesar
-9.78% dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. hal ini disebabkan karena
terpuruknya nilai rupiah sehingga biaya untuk franchise fee dan royalti fee
serta biaya bahan baku, peralatan dan perlengkapan yang dalam dollar menjadi
meningkat. Hal tersebut mempengaruhi perhitungan harga jual produk atau jasanya
di Indonesia. Sebaliknya waralaba lokal mengalami peningkatan pertumbuhan
rata-rata sebesar 30%. Pada tahun 2001 jumlah waralaba asing tumbuh kembali
sebesar 8.5% sedangkan waralaba lokal meningkat 7.69% dari tahun 2000.
Perkembangan bisnis waralaba
Tabel 1. Perkembangan Waralaba di
Indonesia
Tahun
|
Jumlah
Waralaba Asing
|
Jumlah
Waralaba Lokal
|
Total
|
1992
1995
1996
1997
2000
2001
|
29
117
210
235
212
230
|
6
15
20
30
39
42
|
35
132
230
265
251
272
|
Sumber data : Deperindag, 2001
1.KEPASTIAN HUKUM WARALABA DI
INDONESIA
Agar
waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus
dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik
bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat
bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang
pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak
kepastian hukum akan
format waralaba di Indonesiadimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16
Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah
dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya
ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
waralaba adalah sebagai berikut:
·
Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli
1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
·
Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba
·
Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
·
Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
·
Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan
kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini
kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik
dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum
yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di
Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini
dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima
waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master
franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima
waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau
sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada
beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha
Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi
Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain
IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan
lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala
mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain
International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License
Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah
Franchise Indonesia).
2. PEMERINTAH SIAP FASILITASI
PERKEMBANGAN WARALABA
Pengembangan usaha waralaba di
Indonesia, dibutuhkan sistem waralaba yang baik, dan peningkatan kreatifitas
untuk menciptakan efisiensi usaha waralaba. Angga Bratahdarma, Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) akan mendorong para usaha waralaba
untuk terus berkembang di Indonesia. Salah satunya dengan menyediakan
fasilitator guna melayani perkembangan para pengusaha waralaba di Indonesia.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri
Kementerian Perdagangan, di JCC, Jakarta, Jumat, 1 Juni 2012, mengatakan,
pihaknya berupaya mendukung usaha waralaba di Indonesia. Selain menyediakan
fasilitator, juga menyediakan pameran. “Kita juga berupaya menghasilkan
regulasi yang mendukung perkembangan usaha waralaba di Indonesia”, tukasnya. Ia
menjelaskan, untuk pengembangan usaha waralaba di Indonesia, maka dibutuhkan
juga sistem waralaba yang baik, dan peningkatan kreatifitas untuk menciptakan
efisiensi usaha waralaba di Indonesia. “Pemerintah juga berharap waralaba di
Indonesia bisa tumbuh dengan baik, sehingga nantinya bisa berkontribusi
pertumbuhan ekonomi Indonesia”, ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi
Franchise Indonesia, Anang Sukandar, mengatakan, perkembangan bisnis waralaba
di Indonesia belumlah signifikan perrtumbuhanya. Bahkan, 90% dari 1700 usaha
waralaba bisnis opportunity-nya tidak berasal dari waralaba. “Kalau untuk
saya sendiri belum puas dengan perkembangan bisnis waralaba di Indonesia.
Soalnya usaha waralaba masih di tingkat balita”, ucapnya.Menurutnya, Indonesia
perlu mencontoh Malaysia dalam perkembangan usaha waralabanya. Pasalnya,
Malaysia memiliki program percepatan usaha waralaba yang cukup baik.“Malaysia
saja punya program 8 tahun untuk percepatan waralaba. Setidaknya kita harus
tiru Malaysia”,
3. ATURAN WARALABA DORONG PERKEMBANGAN
UKM
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
mengungkapkan penerbitan aturan waralaba jenis usaha makanan dan minuman
bertujuan untuk mendorong perkembangan usaha kecil dan menengah."Kami
ingin menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi waralaba jenis ini, agar
tercipta wirausaha dan inovator baru yang kreatif dan profesional sehingga
memiliki kemampuan untuk bersaing global," kata Gita dalam jumpa pers di
Jakarta, Jumat (15/2). Kebijakan pengaturan
itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2013
tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan
Minuman. Pembenahan kebijakan itu, menurut dia, dilatarbelakangi oleh
perkembangan dan pertumbuhan waralaba yang signifikan, padahal di sisi lain
masih banyak masyarakat yang tidak berhasil memiliki usaha tersebut. Melalui
kebijakan waralaba itu, pemerintah berharap dapat mempromosikan produk lokal
dengan menetapkan kewajiban penggunaan bahan baku, peralatan yang digunakan
maupun barang yang dijual.
Kebijakan waralaba juga perlu
dibenahi karena terdapat penjualan barang-barang yang tidak sesuai dengan
peruntukan izin usaha yang dimiliki. Misalnya waralaba yang memilki Surat Tanda
Pendaftaran Waralaba (STPW) jenis usaha waralaba untuk kafetaria tetapi menjual
barang kelontongan yang bukan bisnis utamanya. "Kami akan terus melakukan
penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menciptakan
lingkungan usaha dengan sistem waralaba yang lebih kondusif, terutama untuk
pengembangan UKM," katanya. Aturan waralaba itu berlaku untuk pemberi atau
penerima waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman yang telah memiliki
gerai sebanyak 250 unit. Lalu, pendirian gerai tambahan baru dapat memilih
diwaralabakan dan/atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal. Pemberi
waralaba (franchisor) atau penerima waralaba (franchisee) yang melakukan
penambahan gerai melalui cara dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal
sejumlah minimal 30-40 persen.
Untuk nilai investasi kurang dari
atau sama dengan Rp10 miliar, jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling
sedikit 40 persen. Sementara untuk nilai investasi lebih dari Rp10 miliar,
jumlah penyertaan modal dari pihak lain minimal sekitar 30 persen.
DAFTAR
PUSTAKA